1. Kesabaran Rasulullah SAW menghadapi pengemis yahudi buta
Bilamana aku membaca kisah ini dan membandingkan diri ku dan keadaaan
umat Islam sekarang, aku rasa, macam langit dan bumi, akhlak yang kita
amalkan dan akhlak yang Baginda contohkan agar kita amal dan ikuti..
Bilakah agaknya kita mampu menjadikan akhlak Baginda sebagai 'guide
line' kita menjalani kehidupan?
Di sudut pasar Madinah ada seorang pengemis Yahudi buta yang setiap
harinya selalu berkata kepada setiap orang yang mendekatinya, Wahai
saudaraku, jangan dekati Muhammad, dia itu orang gila, dia itu
pembohong,
dia itu tukang sihir, apabila kalian mendekatinya maka kalian akan
dipengaruhinya.
Namun, setiap pagi Muhammad Rasulullah SAW mendatanginya dengan
membawakan makanan, dan tanpa berucap sepatah kata pun Rasulullah SAW
menyuapkan makanan yang dibawanya kepada pengemis itu sedangkan pengemis
itu tidak mengetahui bahwa yang menyuapinya itu adalah Rasulullah SAW.
Rasulullah SAW melakukan hal ini setiap hari sehinggalah baginda wafat.
Setelah wafatnya Rasulullah SAW, tidak ada lagi orang yang membawakan
makanan setiap pagi kepada pengemis Yahudi buta itu. Suatu hari sahabat
terdekat Rasulullah SAW yakni Abu Bakar RA berkunjung ke rumah anaknya
Aisyah RA yang tidak lain tidak bukan merupakan isteri Rasulullah SAW
dan beliau bertanya kepada anaknya itu," wahai Anakku, adakah kebiasaan
kekasihku yang belum aku kerjakan? "
Aisyah RA menjawab,"Wahai ayah, engkau adalah seorang ahli sunnah dan
hampir tidak ada satu kebiasaannya pun yang belum ayah lakukan kecuali
satu saja"
"Apakah Itu?", tanya Abu Bakar RA.
"Setiap pagi Rasulullah SAW selalu pergi ke hujung pasar dengan
membawakan makanan untuk seorang pengemis Yahudi buta yang ada disana",
kata Aisyah RA.
Maka keesokan harinya Abu Bakar RA pergi ke pasar dengan membawa makanan
untuk diberikan kepada pengemis itu. Abu Bakar RA pun mendatangi
pengemis itu, lalu memberikan makanan itu kepadanya.
Ketika Abu Bakar RA mulai menyuapinya, sipengemis marah sambil
menghardik, "Siapakah kamu?"
Abu Bakar RA menjawab, "Aku orang yang biasa (mendatangi engkau)."
"Bukan! Engkau bukan orang yang biasa mendatangiku," bantah si
pengemis buta itu.
"Apabila ia datang kepadaku, tidak susah tangan ini memegang dan tidak
susah mulut ini mengunyah. Orang yang biasa mendatangiku itu selalu
menyuapiku, tapi terlebih dahulu dihaluskannya makanan tersebut,
setelah itu ia berikan padaku", pengemis itu melanjutkan perkataannya.
Abu Bakar RA tidak dapat menahan air matanya, ia menangis sambil berkata
kepada pengemis itu, "Aku memang bukan orang yang biasa datang padamu.
Aku adalah salah seorang dari sahabatnya, orang yang mulia itu telah
tiada. Ia adalah Muhammad Rasulullah SAW" . Air mata Abu Bakar tidak
lagi dapat di tahan-tahan dari bercucuran
Seketika itu juga pengemis pun menangis mendengar penjelasan Abu Bakar
RA, dan kemudian berkata, "Benarkah demikian? Selama ini aku selalu
menghinanya, memfitnahnya, ia tidak pernah memarahiku sedikitpun,
ia mendatangiku dengan membawa makanan setiap pagi, ia begitu mulia...."
Pengemis Yahudi buta tersebut akhirnya bersyahadat di hadapan Abu Bakar
RA saat itu juga dan sejak hari itu menjadi muslim.
Nah, wahai saudaraku, bisakah kita meneladani kemuliaan akhlaq
Rasulullah
SAW? Atau adakah setidaknya niat untuk meneladani beliau?
Hari ini.. dimana-mana kita tidak lagi mengamalkan sikap bersabar dan
memaafkan. kita dengan mudah melenting, marah dan menghukum. Mengata
juga tidak lagi satu bebanan pada kita, apatah lagi membenci dan
memandang hina kepada sesiapa saja yang tidak 'sebulu' dengan kita...
Kalaupun tidak bisa kita meneladani beliau seratus peratus, alangkah
baiknya kita berusaha meneladani sedikit demi sedikit, kita mulai dari
apa yang kita sanggup melakukannya. yang paling sukar.. sabar dan
memaafkan..
tapi yang paling mudah.. cermin diri..
siapa aku berbanding Baginda yang terpilih.. sebagai kekasih Allah..
semulia-mulia manusia..tiada tolok bandingnya Baginda dengan sesiapa pun
didunia ini....
Beliau adalah ahsanul akhlaq, semulia-mulia akhlaq.
Ya Rasulullah.. ampuni kami kerana masih gagal mengikuti sunnah Mu..
2. Kesabaran Rasulullah SAW Waktu Marah
Ketika Rasulullah
sedang duduk-duduk di tengah para sahabatnya, salah seorang pendeta
Yahudi bernama Zaid bin Sa’nah masuk menerobos barisan jama’ah yang
melingkarinya, seraya menyambar kain Rasulullah dan menghardiknya dengan
kasar. Katanya, “Ya Muhammad! Bayarlah hutangmu. Kamu keturunan Bani
Hasyim biasa memperlambat pelunasan.”
Pada waktu itu Rasulullah memang punya hutang kepada orang Yahudi itu,
namun belum jatuh tempo. Umar yang melihat peristiwa itu langsung
bangkit dan menghunus pedangnya, seraya memohon iin. Ucapnya, “Ya
Rasulullah, ijinkanlah aku memenggal leher bedebah ini!”
Tetapi Rasulullah bersabda, “Ya Umar, aku tidak disuruh berdakwah dengan
cara begitu. Antara aku dan dia memang sedang membutuhkan
kebijaksanaanmu. Suruhlah dia menagih dengan sopan dan ingatkanlah aku
supaya melunasinya dengan baik.”
Mendengar sabda Rasulullah tersebut, orang Yahudi itu berkata, “Demi
yang mengutusmu dengan kebenaran. Sebenarnya aku tidak datang untuk
menagih hutangmu, namun aku datang untuk menguji akhlakmu. Aku tahu,
tempo pelunasan utang belum tiba waktunya. Akan tetapi aku telah membaca
sifat-sifatmu dalam Kitab Taurat, dan ternyata terbukti semua, kecuali
satu sifat yang belum aku uji, yaitu kebijakkanmu bertindak pada waktu
marah. Ternyata tindakan bodoh yang ceroboh sekalipun engkau dapat
mengatasinya dengan bijaksana. Itulah yang aku lihat sekarang ini. Maka
terimalah Islamku ini, ya Rasulullah,
“Asyhadu alaa ilada illallah wa annaka ya Muhammad
Rasulullah”
“Aku bersaksi tiada tuhan selain Allah dan engkau adalah
Rasulullah.”
Cara bersabar dengan membiarkan orang marah tanpa meladeninya merupakan
cara efektif dakwah Rasulullah yang sering beliau lakukan. Kesabaran
beliau malah mendapat simpati dari seorang Yahudi sehingga dengan
kesadarannya sendiri mau memeluk agama Islam.
3. Kesabaran Rasulullah SAW Ketika Diludahi
Bukan hanya sekali
saja Nabi dihina. Bahkan ada seorang wanita tua yang berani mencerca
Nabi. Setiap kali Nabi melintas muka rumahnya, kala itu pula si wanita
meludahkan air liurnya, “cuh,cuh,cuh.” Peristiwa itu berulangkali
terjadi, bahkan hampir setiap hari.
Suatu kali, ketika Nabi lewat di depan rumahnya, si wanita tadi tak lagi
meludahinya. Bahkan, batang hidungnya saja tak kelihatan pula. Nabi pun
menjadi “kangen” akan air ludah si wanita tadi. Karena penasaran, Nabi
lantas bertanya kepada seseorang, “Wahai Fulan, tahukah engkau,
dimanakah wanita pemilik rumah ini, yang setiap kali aku lewat selalu
meludahiku?”
Orang yang ditanya menjadi heran, kenapa Nabi justru menanyakan,
penasaran, dan tak sebaliknya merasa kegirangan. Namun, si Fulan tak
ambil peduli, oleh karenanya ia segera menjawab pertanyaan Nabi, “Apakah
engkau tidak tahu wahai Muhammad, bahwa si wanita yang biasa melidahimu
sudah beberapa hari terbaring sakit?” Mendengar jawaban itu Nabi
mengangguk-angguk, lantas melanjutkan perjalanan untuk ibadah di depan
Ka’bah, bermunajat kepada Allah Pemberi Rahmah.
Sekembalinya dari ibadah, Nabi mampir menjenguk wanita peludah. Ketika
tahu, bahwa Nabi, orang yang tiap hari dia ludahi, justru menjenguknya,
si wanita menangis dalam hati. “Duhai betapa luhur budi manusia ini.
Kendati tiap hari aku ludahi, justru dialah orang pertama yang menjenguk
kemari.” Dengan menitikan air mata haru bahagia, si wanita bertanya,
“Wahai Muhammad, kenapa engkau menjengukku, padahal tiap hari aku
meludahimu?”
Nabi menjawab, “Aku yakin, engkau meludahiku karena engkau belum tahu
tentang kebenaranku. Jika engkau mengetahuinya, aku yakin engkau tak
akan lagi melakukannya.”
Mendengar ucapan bijak dari amnusia utusan Allah swt ini, si wanita
menangis dalam hati. Dadanya sesak, tenggorokannya serasa tersekat.
Lantas, setelah mengatur nafas akhirnya ia dapat bicara lepas, “Wahai
Muhammad mulai saat ini aku bersaksi untuk mengikuti agamamu.” Lantas si
wanita mengikrarkan dua kalimat syahadat.
4. Kesabaran Rasulullah SAW Menghadapi Umatnya
Diriwayatkan seorang
lelaki bangsa Arab bernama Tsamamah bin Itsal dari Kabilah al-Yamamah,
pergi ke Madinah Al-Munawarah dengan tujuan hendak membunuh Nabi saw.
Dengan tekad bulat dan semangat kuat ia pergi ke majelis Rasulullah saw.
Umar bin Khatthab sudah mencium maksud jahat kedatangan orang itu. Maka
ia pergi menghampirinya dan langsung mengusut, “Apa tujuan kedatanganmu
ke Madinah? Bukankah engkau seorang musyrik?”
Orang itu terang-terangan berkata, “Aku datang ke negeri ini hanya
untuk membunuh Muhammad!”
Mendengar perkataan keji itu Umar dengan cepat dan tangkas langsung
melucuti pedangnya, sekaligus meringkusnya. Kemudian orang itu diikat di
salah satu tiang masjid.
Umar bin Khatthab segera pergi melaporkan kejadian kapada Rasulullah.
Namun Rasulullah yang diutus sebagai rahmat bagi semesta alam tidak
menanggapi positif perbuatan sahabatnya. Rasulullah cepat keluar dari
rumahnya menemui orang yang hendak membunuhnya. Setelah tiba di tempat
majelis, Rasulullah mengamati wajah orang yang hendak membunuhnya itu,
sementara Umar sudah tidak sabar menunggu perintah utnuk memenggal leher
orang durjana itu.
Sesudah mengamati wajahnya denagn cermat, Rasulullah lalu menoleh kepada
para sahabatnya dan bertanya, “Apakah ada diantara kalian yang sudah
memberinya makan?”
Umar terdiam sejenak mendengar pertanyaan tersebut. Dia yang tadi
menuggu diperintah membunuhnya malah ditanya tentang pemberian makan
kepada orang itu. Umar swakan tidak percaya denga apa yang didengarnya,
maka dia bertanya, “Makanan apa ya Rasulullah? Makanan apa yang akan dia
makan? Orang ini datang ke sini sebagai pembunuh, bukan datang ingin
masuk Islam!” Namun Rasulullah tidak menghiraukan uacpan Umar, bahkan
beliau memerintahkan, “Tolong ambilkan segelas susu dari rumahku, buka
tali pengikat orang itu!”
Umar bin Khatthab bukan main marahnya dengan si musyrik itu. Sesudah ia
diberi minum, Rasulullah memerintahkan dengan sopan kepadanya,
“Ucapkanlah Tiada Tuhan Selain Allah. Si musyrik menjawab, “Aku tidak
akan mengucapkannya.” Rasulullah berkata lagi, “Katakanlah, ‘Aku
bersaksi tiada Tuhan selain Allah, dan aku bersaksi Muhammad adalah
Rasul Allah’.” Namun orang itu tetap berkata dengan nada keras, “Aku
tidak akan mengatakannya!”
Rasulullah kemudian memutuskan untuk membebaskan orang itu, dan orang
musyrik itupun bangkit dan pergi seolah-olah hendak kembali ke
negerinya. Tetapi belum berapa jauh dia melangkah dari masjid, dia
kembali lagi kepada Rasulullah seraya kata, “Ya Rasulullah, aku
bersaksi,’Tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah Rasul Allah’.”
Rasulullah bertanya kepadanya, “Kenapa engkau tidak mengucapkannya
ketika aku memerintahkan kepadamu?”
Orang itu menjawab, “Aku tidak mau mengucapkannya ketika masih belum kau
bebaskan karena aku khawatir ada orang yang menganggap aku masuk Islam
karena takut kepadamu. Akan tetapi, setelah aku dibebaskan, aku masuk
Islam semata-mata karena mengharap keridhaan Allah Robbul ‘alamin.”
Pada satu kesempatan, Tsamamah bin Itsal berkata, “Ketika aku memasuki
kota Madinah, tidak ada seorang pun yang paling aku benci lebih dari
Muhammad. Tetapi sesudah aku meniggalkan kota ini, tidak ada seorang pun
di muka bumi ini yang lebih kucintai selain Muhammad Rasulullah.”
5. Kesabaran Rasulullah SAW Menghadapi Ancaman Orang Quraisy
Sesudah putus asa
karena menghalangi Nabi Muhammad dengan cara kekerasan ternyata tidak
menggentarkan Rasulullah saw dan para pengikutnya, Abu Jahal lalu
mendatangi Abu Thalib, paman dan pelindung Rasulullah. Abu Jahal meminta
agar disampaikan kepada Muhammad bahwa ia akan memberikan apa saja yang
dikehendaki Muhammad; gadis-gadis yang paling cantik, harta kekayaan
yang melimpah, atau kedudukan terhormat dalam jajaran kepemimpinan
bangsa Arab. Abu Thalib segera menyampaikan tawaran Abu Jahal dan suku
Quraisy itu kepada Nabi saw.
Dengan tegar Nabi mengatakan, “Demi Allah, wahai pamanku. Andaikata
diletakan matahari ditangan kananku dan bulan ditangan kiriku, supaya
saya menggagalkan perjuangan menegakan kebenaran, saya takkan surut,
sampai tercapai kemenangan atau saya hancur binasa dalam perjuangan.”
Itulah benih kegigihan dan ketangguhan Rasulullah semenjak awal
perjuangan. Ternyata sifat beliau tidak berubah walaupun sudah berhasil
menjadi pemimpin umat yang agung dan disegani.
Pada suatu malam terdengar ribut-ribut diluar kota Madinah. Para sahabat
mengira musuh sedang bergerak hendak menyerang kota. Waktu itu Nabi saw
sedang tidur. Jadi para sahabat sepakat untuk tidak memebritahukan
Rasulullah sebab mereka tahu Nabi amat lelah. Mereka segera
memberangkatkan sepasukan tentara menuju ke arah terjadinya ribut-ribut
itu. Di tengah perjalanan, sebelum tiba ke tempat itu mereka berpapasan
denga Rasulullah yang sedang mengendarai kuda hendak kembali ke Madinah.
Di pinggangnya terselempang sebilah pedang.
Nabi berkata, “Wahai para sahabatku yang setia. Pulang sajalah kita ke
Madinah. Tidak ada apa-apa di sana. Tidak ada musuh. Aman belaka. Yang
ribut-ribut tadi hanya suara kuda yang kedinginan.” Alangkah malunya
para sahabat. Ternyata mereka kalah tanggap dan kalah cekatan
dibandingkan Rasulullah saw yang disangka masih tertidur lelap di
pembaringan.
Dalam suatu peperangan, Nabi terlau capai sampai lengah, beliau terduduk
di bawah sebatang pohon tanpa sebilah senjata pun. Seorang pendekar
kaum musyirikin yang ditakuti, tiba-tiba muncul di hadapannya, berdiri
berkacak pinggang pada saat Nabi terkantuk-kantuk.
Dengan suara lantang, dedengkot musuh yang bernama Da’tsur itu
menghardik Rasulullah sambil mengacungkan pedangnya, “Hai Muhammad.
Siapa sekarang yang dapat menyelamatkanmu dari keganasan pedangku?”
Nabi tersentak sekejab, lalu menatap mata Da’tsur lurus matanya. Da’tsur
tergetar melihat pandangan yang yang sejuk tetapi tidak kenal takut
itu. Nabi menjawab tenang, “Karena sebagai manusia, aku sudah tidak
punya daya, tiada lagi yang akan melindungi diriku kecuali Allah?”
Da’tsur menggigil mendengar jawaban itu. Macam apa pula kekuatan Allah
yang disebut-sebut Muhammad itu, sampai ia yakin Allah pasti
melindunginya? Kebimbangannya kian bertambah menyaksikan Nabi tetap
tabah, sampai akhirnya pedang Da’tsur terlepas dari genggamannya dan
jatuh.
Nabi segera mengambil pedang itu lantas mengacungkannya kepada Da’tsur,
“Nah, kini siapakah yang akan menyelamatkanmu dari pedangku?” Dengan
bibir bergetar Da’tsur menjawab, “Hanya engkau Muhammad yang dapat
menyelamatkanku. Sungguh, hanya engkau belaka.”
Namun Nabi bukanlah tipe pemimpin yang suka menyimpan dendam. Beliau
tidak ingin membelas kekerasan dengan kekerasan. Maka beliau segera
menyerahkan pedang itu kembali pada Da’tsur selaku pemiliknya. Dengan
terjadinya peristiwa tersebut, kelak Da’tsur masuk Islam, dan menjadi
pahlawan membela agama.
bagus isinya tapi kok animasinya naruto ada gambar bugil sih....
BalasHapusSudah saya hapus g@n widget nya, thanks atas koreksinya dan terimakasih sudah berkunjung
HapusAlhamdulillah,, semoga kita bisa mentauladani sifat2 dan keteguhan serta ketabahan Rosululloh SAW,, Aamiinn
BalasHapusTrm kasih ya. Sy sudah bercerita kisah² ini kpd murid² saya
BalasHapusAminnn...trims ya sudah berkunjung.
BalasHapusSemoga ada manfaat nya..